Rabu, Februari 25, 2009

OBAMA JADIKAN AFGHANISTAN SEPERTI VIETNAM

Image
Baru-baru ini Presiden AS, Barack Obama mengeluarkan perintah pengiriman 17 ribu pasukan tambahan ke Afganistan. Perintah itu langsung menuai kritikan luas baik di AS sendiri maupun di Afganistan.

Selain mendapat protes dari para politikus dan anggota parlemen Afganistan. Di AS sendiri, kebijakan itu dipandang sebagai bentuk pengulangan kekeliruan Bush di negara yang sama. Koran Los Angeles Time selain menegaskan pentingnya meninjau ulang strategi militer AS, juga menilai pengiriman pasukan tambahan ke kawasan sebagai kegagalan yang tampak jelas.

Ketika mengevaluasi kondisi di kawasan, koran ini menulis, kisruh yang dihadapi AS di Afganistan tidak terletak pada masalah penambahan pasukan, tapi lebih pada masalah aktifnya kembali aktivitas kelompok teroris, peningkatan produksi dan penyelundupan opium, pembantaian warga sipil, serta penistaan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan Afganistan.

Oleh sebab itu, sikap meremehkan masalah tersebut dan memfokuskan diri pada masalah penambahan pasukan hanya akan menyeret AS dalam kubangan baru di Afganistan. Mungkin saja Afganistan akan berubah menjadi Vietnam baru bagi negara adidaya ini. Selain itu, penentangan negara-negara Eropa anggota NATO terhadap kebijakan militeristik Gedung Putih juga telah memusingkan Barack Obama.

Karena, negara-negara itu meyakini bahwa kebijakan militeristik Gedung Putih selama delapan tahun lalu bukan hanya tidak membantu menyelesaikan krisis di Afganistan, tapi malah merusak mental pasukan asing akibat perang yang melelahkan. Tentu kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Perkara ini juga yang menyebabkan negara-negara Eropa anggota NATO hingga kini masih menolak permintaan AS soal penambahan pasukan di Afganistan.

Kondisi para tahanan penjara Bagram, Afganistan merupakan ketimpangan lain yang mengitari Barack Obama. Setelah ia mengeluarkan perintah penutupan penjara Guantanamo, kini isu penjara Bagram juga mencuat di kancah nasional, regional, dan internasional. Sebab, para alumni Bagram menyatakan bahwa nasib mereka lebih tragis dari para penyandang almamater Guantanamo.

Saat ini, Barack Obama mengkhawatirkan nasibnya akan berujung seperti Bush di Irak. Kekhawatiran ini telah mendorong Obama untuk menjadikan gagasan peninjauan ulang strategi AS di Afganistan sebagai bahan pertimbangan. Dalam koridor ini, Gedung Putih berniat menggelar pertemuan segi tiga dengan melibatkan Afganistan dan Pakistan. Lebih penting dari itu semua adalah perhatian serius Washington terhadap realita di Afganistan dan belajar dari kekalahan serta kegagalan bertubi-tubi Bush di kawasan.

Menurut perspektif para pengamat di kawasan, Washington dapat meminimalisir krisis di Afganistan dengan cara mengambil sebuah langkah strategis yang bersifat menyeluruh, memperhatikan pandangan dan masukan negara-negara di kawasan, serta menjauhi kebijakan unilateralisme. Kekecewaan India terhadap kinerja AS terkait masalah teroris mengindikasikan bahwa kebijakan standar ganda Washington juga membuat sekutunya putus asa./Irb/sbl

Tidak ada komentar: